Sabtu, 16 April 2011

16-04-2011

Suatu hari, dua malaikat tengah berdiri di samping jasad seorang pria, yang baru saja meninggal. Mereka juga telah menyaksikan seorang malaikat yang bertugas mencabut roh pria itu melaksanakan tugasnya. Hingga proses tersebut selesai, mereka hanya terdiam sambil memandangi jasad pria itu yang tergeletak di atas tempat tidur.

Sejenak kemudian, malaikat hitam yang bertugas mencatat amal buruk, berkata kepada malaikat putih, “Dia menanggung dosa yang berat. Kelak dia pasti kekal di neraka, tempat yang paling menyedihkan di akhirat.” – Dengan tenang malaikat putih menjawab, “Bukan tugas kita menentukan tempat yang layak baginya di akhirat nanti. Tugas kita sudah jelas, hanya mencatat amal perbuatannya semasa hidup di alam ini.” – Malaikat hitam, “Tidakkah engkau melihat ketika rekan kita mencabut roh dari tubuhnya? Sesekali dia mengerang kesakitan. Ini bukti bahwa dia telah dilaknat atas dosa-dosanya, sekalipun menjelang ajalnya.” Kemudian mereka berdua kembali diam dan menyaksikan jasad pria itu dimandikan.

Malaikat putih, “Lihatlah jasad itu! Tampak bersih dan tercium aroma wangi. Bahkan luka bekas sayatan di lehernya pun hilang tak membekas lagi. Pertanda, bahwa dia telah mendapat ampunan, dibersihkan segala keburukan yang pernah ia lakukan.” Malaikat hitam hanya terdiam sambil mengamati jasad pria itu.

Jasad pria itu telah selesai dimandikan dan telah dibalut dengan kain kafan. Tetapi kemudian, jasadnya terlihat semakin menggembung membesar seperti balon. Dan terasa berat untuk diangkat oleh orang-orang yang hendak memakamkannya. Malaikat hitam, “Tidakkah engkau juga melihat apa yang sedang saya lihat sekarang? Jasad itu membesar dan menjadi berat hingga menyusahkan orang yang telah ditinggalnya. Itu karena dia selalu mengambil yang bukan haknya. Aku pernah menyaksikan dia menyembunyikan sebagian uang yang seharusnya diserahkan kepada seorang kepala desa untuk dana pembangunan tempat ibadah. Sungguh suatu perbuatan yang benar-benar tidak terpuji.”

Malaikat putih terdiam sejenak, kemudian membalas, “Pada saat itu juga aku menyaksikan dia menggunakan uang yang disimpannya itu untuk membantu pembangunan tempat ibadah itu. Dia tahu uang yang diserahkan kepada kepala desa itu pasti juga akan hilang sebagian, karena disimpan oleh kepala desa itu juga. Bukankah itu hal mulia? Dia selalu menyembunyikan sesuatu agar tidak dicuri oleh orang lain, dan kemudian selalu diberikan kepada yang berhak menerimanya.”

Kedua malaikat itu mengikuti orang-orang yang membawa jasad itu hingga ke pemakaman. Sebelum jasad itu dimasukkan ke dalam liang lahat, malaikat hitam kembali berkata, “Tahukah engkau? Para penggali kubur juga mengeluh lantaran ujian yang mereka hadapi ketika menggali liang untuk jasad itu. Bukankah sudah jelas, bahwa dia telah terbebani oleh dosa yang berat, hingga untuk kembali pun harus menghadapi ujian dan rintangan yang berat pula.”

Malaikat putih, “Memang benar, ujian yang harus dia hadapi memang berat. Tapi, perhatikanlah! Tak setetes air pun yang menggenangi liang itu meskipun tadi malam hujan sangat lebat. Dan tak tampak pula bagiku duri-duri tajam yang akan menusuk-nusuk jasad itu dalam liang itu, seperti biasanya yang terjadi pada jasad yang lain. Bukankah itu suatu kemudahan atas kebajikan yang telah ia amalkan semasa hidup di alam ini?”

Proses pemakaman akhirnya selesai tanpa ada peristiwa-peristiwa yang ganjil lagi. Beberapa orang dan kerabat mendoakannya untuk yang terakhir kali. Satu per satu para pelayat berangsur meninggalkan makam itu. Makam itu kemudian menjadi sepi.

Malaikat putih, “Usai sudah tugas ku dengan orang itu. Sekarang waktunya bagi ku untuk mengabarkan kesaksianku pada-Nya atas kebajikan yang telah dia perbuat.”

Malaikat hitam, “Bagi ku, sekarang juga waktunya untuk mengabarkan keburukan yang telah ku saksikan semasa hidupnya pada-Nya.”

Kamis, 31 Maret 2011

31-03-2011

Aku dilahirkan di sebuah kampung kecil, yang terletak di pelosok desa, jauh dari kota. Mayoritas penduduk di kampung kami adalah petani. Sawah masih terbentang luas di sekitar rumah-rumah penduduk. Udara masih terasa alami segar, dengan pemandangan yang menyejukkan mata.

Teringat masa kecilku, selalu bermain bersama teman-teman dengan gembira. Bermain air di tepi sungai yang jernih dan penuh ikan. Selalu mengantar bekal makan siang untuk orang tua yang tengah bekerja di sawah. Semua sangat menyenangkan bagiku.

Hingga suatu saat ketika usiaku telah mencapai 18 tahun, seorang pemuda melamarku dan menikahiku. Aku merasa sangat bahagia, terlebih kami dikaruniai seorang anak, hasil dari pernikahan kami. Hidupku serasa sangat sempurna kala itu.

Suatu ketika, seperti biasa, aku menitipkan anak kami yang baru berusia 5 bulan kepada ibu mertua, karena aku harus mengantarkan bekal makan siang untuk suamiku yang tengah bekerja di sawah. Dengan berjalan kaki dan perasaan senang, ku mengantarkannya ke sawah yang tak jauh dari rumah kami.

Dari tepi sawah, terlihat suamiku yang sedang beristirahat. Dengan wajah berpeluh sambil tersenyum senang dia melihatku yang sedang berjalan menghampirinya. Tiba-tiba, kurasakan kaki kiriku terpeleset, dan aku terjatuh ke dalam sawah. Aku tak sadarkan diri.

Yang ku ingat kemudian, aku tersadar telah terbaring di atas tempat tidurku dan dikelilingi orang tuaku, mertuaku, dan beberapa tetangga dekat. Sejak saat itu, aku hanya bisa berbaring di atas tempat tidur untuk memulihkan tubuh. Sesekali ku telan beberapa kapsul obat yang telah diberikan oleh dokter. Hal ini kulakukan hingga beberapa hari.

Suatu pagi, sinar matahari tampak cerah, udara terasa menyegarkan badan. Terbaring di sebelahku, anakku yang lucu dengan wajah cerianya dan senyumnya yang lucu. Meski hanya bisa berbaring, ku hibur dia dengan canda-canda kecil, dan dia pun tersenyum lucu. Hingga suamiku masuk ke dalam kamar mengantarkan segelas teh hangat untukku.

Kemudian suamiku ikut serta bercanda bersama kami. Saat itu, aku merasa senang sekali, tubuhku terasa ringan serasa hendak melayang. Tanpa sengaja ku tolehkan kepalaku ke kanan alihkan pandangan mataku ke arah jendela. Ku lihat ada sebuah taman kecil yang indah sekali. Tak ku sangka, kalau di sebelah jendela kamar tempat aku tidur selama ini ada sebuah taman kecil yang indah penuh bunga.

Hatiku merasa sangat senang dengan adanya taman kecil itu. Tanpa ku sadari aku sudah bisa terbangun dan berdiri menghadap taman kecil itu. Lalu ku hampiri taman itu, ku hirup wanginya bunga-bunga yang tertata rapi di taman itu. Indahnya taman ini, mungkin suamiku yang telah sengaja membuatkanku taman ini untuk menghiburku.

Sesaat kemudian, ku palingkan kembali badanku ke tempat tidurku, hendak ku ungkapkan rasa terima kasihku kepada suamiku. Tapi, … aku melihat tubuhku sendiri sedang terbaring dengan mata tertutup dan tersenyum, sudah tidak lagi bernapas. Ku lihat juga suamiku sedang menangis di samping jasadku. Mertuaku menggendong buah hatiku, kedua orang tuaku, mereka berdiri sedang bersedih memandangi jasadku.

Ternyata, aku sudah tidak lagi berhak untuk berada di dunia ini. Di taman ini lah aku sekarang tinggal. Ku tinggalkan suamiku, anakku, keluargaku, dan kampung halamanku untuk selamanya.